Contents
- 0.0.1 1. Aspek Hukum dalam Meninjau kitab undang-undang hukum perdata
- 0.0.2 2. Aspek Hukum sistem hukum dan azas perjanjian
- 0.0.3 3. Aspek Hukum syarat-syarat yang membuat perjanjian menjadi sah
- 0.0.4 4. Aspek Hukum Wanprestasi
- 0.0.5 5. Aspek Hukum pada Keadaan memaksa
- 0.0.6 6. Aspek Hukum Interpretasi Perjanjian
- 1 Share this:
- 2 Related posts:
Dalam penyusunan surat kontrak kerja konstruksi perlu diterapkannya aspek hukum, dimana aspek hukum ini yang akan menjadi landasan yang mengikat antara si “pemberi proyek” dan si “penyedia jasa”. Alasan mengapa aspek hukum ini perlu menjadi landasan dalam penyusunan kontrak kerja yaitu agar pihak-pihak terkait tidak saling dirugikan dan tidak saling menuntut antar satu dengan lainnya. Disisi lain aspek hukum dalam kontrak kerja akan menyeimbangkan hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang terkait di dalamnya serta proyek yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan oleh masing-masing pihak.
1. Aspek Hukum dalam Meninjau kitab undang-undang hukum perdata
Kontrak adalah sebuah kesepakatan yang masuk dalam hukum perjanjian. Di Indonesia hukum perjanjian dalam kontrak telah di atur pada Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum dagang. Secara umum hukum perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan lainnya dan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Disisi lain hukum dagang merupakan hukum yang mengatur antara manusia dengan badan hukum lainnya dalam perdagangan.
Sebuah perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana adanya kesepakatan antara beberapa macam pihak dan menimbulkan suatu perikatan. Adanya perjanjian ini bisa membuat pihak yang satu dapat menuntut pihak lainnya yang sudah memiliki kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Hubungan antar hukum ini menjadikan hak-hak yang berada di dalam kontrak kerja dijamin oleh hukum dalam Undang-Undang dan apabila sebuah hak tidak dipenuhi maka tuntutan akan sah di muka pengadilan. Dalam bentuknya kontrak kerja berupa kontrak tertulis dan tidak tertulis/lisan, dalam kontrak kerja sangat disarankan untuk membuat kontrak tertulis yang memiliki tanda tangan dari pihak-pihak terkait diatas materai sehingga dalam pelaksanannya akan tercipta pekerjaan yang berkualitas dan saling menguntungkan antara pihak-pihak terkait.
2. Aspek Hukum sistem hukum dan azas perjanjian
Di Negara kita, Negara Indonesia perjanjian diatur berdasarkan KUHPdt/BW yang merupakan singkatan dari “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/Burgerlijk Wedboek” dimana KUHPdt/BW ini menganut sistem terbuka, selain itu pasal-pasal yang termuat merupakan hukum pilihan.
Dalam hukum yang terbuat di dalam perjanjian, maka telah berlaku azas konsensualisme yang dapat diartikan bahwa perjanjian telah mengikat pihak-pihak terkait sejak detik pertama telah tercapai sebuah kesepakatan.
3. Aspek Hukum syarat-syarat yang membuat perjanjian menjadi sah
Suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila memebuhi syarat-syarat berikut :
- dalam membuat perjanjian tidak adanya keterpaksanaan dari pihak manapun sehingga perjanjian itu dibuat dengan sadar dan sukarela dari masing-masing pihak.
- pihak-pihak yang membuat perjanjian dianggap layak untuk membuat perjanjian, layaknya pembuatan perjanjian tersebut dinilai dari pihak yang membuat perjanjian tidak sedang mengalami gangguan jiwa, disisi lain orang-orang yang membuat perjanjian harus sudah cukup umur dalam melakukan perjanjian tersebut.
- perjanjian tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku.
- Pada umumnya Undang-undang tidak mengharuskan melakukan perjanjian tertulis, dengan perjanjian tertulis inilah kita akan dapat terhindar dari resiko yang amat besar serta perjanjian tertulis inilah akan menjadi bukti kuat saat dipengadilan nanti apabila terjadi pelanggaran dalam perjanjian tersebut, disisi lain di dalam perjanjian tidak boleh mencantumkan hal-hal yang melangggar hukum yang berlaku.
[sc name=”Iklan teknik sesuai konten”]
4. Aspek Hukum Wanprestasi
Wanprestasi merupakan tindakan pelanggaran kontrak kerja terhadap perjanjian yang telah dibuat, umumnya wanprestasi menghasilkan dampak yang negative karena seorang pemborong yang melakukan wanprestasi akan dicap tidak layak untuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan, wanprestasi ini meliputi :
- Tidak melakukan kegiatan yang sudah dinyatakan sanggup untuk dilaksanakan
- Melakukan hal yang telah dijanjikan tetapi hasilnya tidak seperti yang dijanjikan
- Melakukan hal-hal yang telah dijanjikan tetapi mengalami keterlambatan
- Melakukan kegiatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Setiap kegiatan wanprestasi, pemborong harus menerima sanksi berupa :
— 4.1. Pembatalan perjanjian
Sanksi hukum bagi pemborong yang melakukan wanprestasi yaitu pembatalan perjanjian dimana pembatalan ini dapat mengembalikan keadaan sebelum pihak-pihak terkait terikat dengan perjanjian tersebut dan apabila terdapat satu pihak yang telah menerima uang atau barang dari pihak lain maka itu harus dikembalikan
— 4.2. Ganti rugi
Dalam ganti rugi pemborong wajib melakukan 3 hal yaitu :
- Rugi biaya yaitu merupakan anggaran yang telah dikeluarkan oleh pemilik rumah
- Rugi karena kerusakan barang-barang kepunyaan pemilik rumah yang terjadi karena kelalaian pemborong
- Bunga, yaitu merupakan ganti rugi atas keuntungan yang telah dihitung oleh “pemberi proyek”
— 4. 3. Peralihan resiko
sanksi bagi pemborong yang melakukan wanprestasi juga yaitu peralihan resiko, dimana peralihan resiko ini merupakan tanggung jawab pemborong yang disebabkan oleh kelalaian dalam memberikan bahan dan pekerjaannya, dimana bahan ini terdapat kecacatan. Hal seperti ini dapat menyebabkan kondisi bangunan tidak sesuai dengan yang direncanakan, maka segala resiko terhadap kelalaian pemborong dalam kasus ini menjadi tanggung jawab pemborong itu sendiri.
5. Aspek Hukum pada Keadaan memaksa
Disaat terjadi keadaan yang memaksa, maka pemborong dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Keadaan yang memaksa ini termuat dalam pasal 1244 BW (Bburgerlijk Wedboek), yang meliputi :
- Sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pemborong
- sesuatu hal yang tidak terduga
- Tidak ada itikat buruk pada kedua hal diatas.
6. Aspek Hukum Interpretasi Perjanjian
Agar perjanjian terhindar dari perselisihan dan sengketa karena terdapat perbedaan dari pihak yang satu dan pihak lainnya, maka di dalam perjanjian yang tertulis harus mencantumkan hal-hal yang diucapkan oleh semua pihak yang terkait. Kegiatan ini disebut dengan pernafsiran perjanjian. [sc name=”Subscribe website ini”]